Bagi negara yang tercatat dalam Protokol Kyoto, konservasi energi, yang berarti suatu permintaan untuk mengurangi pemakaian energi, menjadi keharusan yang mesti dipenuhi.
Usaha konservasi energi tidak hanya diterapkan pada sistem desain baru tetapi juga pada sistem lama dengan catatan selama sistem tersebut memenuhi kondisi penghematan energi atau konsumsi energi minimum yang dapat memuaskan kebutuhan pemakai dan negara. Masyarakat Indonesia tergolong konsumen yang sangat boros dalam penggunaan energi listrik jika dibandingkan dengan negara lain. Akibatnya, pemakaian listrik meningkat cukup tajam dari tahun ke tahun, tidak sesuai dengan pertumbuhan penggunaan energi listrik.
Melihat perkembangan dan fakta di lapangan pada 2003 dan tahun-tahun berikutnya, kondisi 2006 akan semakin parah. Kekhawatiran itu muncul karena hanya terdapat beberapa tambahan pasokan listrik saja, sedangkan permintaan pemakai energi listrik akan terus meningkat.
Sementara itu, cadangan minyak bumi Indonesia pada 2002 kurang lebih sebesar 9 miliar barel dengan kuota ekspor 1,5 juta barel/hari dan kebutuhan Indonesia mencapai 1 juta barel/ hari. Kondisi tersebut diperkirakan pada 2010 kuota ekspornya tetap, tapi kebutuhan domestik meningkat menjadi 1,8 juta barel/hari. Asumsi ini sekaligus menunjukkan kemungkinan bahwa cadangan minyak Indonesia akan habis pada tahun 2020. Padahal minyak bumi merupakan salah satu bahan baku utama pasokan energi listrik.
Salah satu serapan energi listrik yang besar terdapat pada bangunan gedung bertingkat. Di Indonesia, berdasarkan standar pada comercial building, kebutuhan energi setiap tahunnya adalah 246 kWh/m2. Belum ada gedung di Indonesia yang menggunakan energi di bawah angka itu. Pada 1998, menurut survai yang dilakukan IAFBI (Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia), rata-rata gedung di Jakarta menghabiskan 310 kWh/m2 setiap tahunnya. Sebagai gambaran betapa borosnya pemakaian energi listrik di Indonesia, pada tahun yang sama Singapura hanya menggunakan 210 kWh/m2 per tahunnya.
Upaya mengatasi krisis energi
Meskipun energi terbarukan melimpah di Indonesia, seperti energi surya, angin, mikrohidro, geotermal, dan biomasa, namun masih sangat minim pemakaiannya, diperkirakan 10 tahun mendatang hanya 10 sampai 20 persen pasokan energi listrik berasal dari energi terbarukan tersebut. Dan kondisi saat ini pemanfaatan energi terbarukan itu hanya satu persen saja.
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengatasi krisis energi. Pemakaian lampu hemat energi atas kerja sama PT. GE Lighting Indonesia dan PLN, yang dapat menghemat pemakaian energi listrik sebesar 80% dan perencanaan gedung hemat energi “Graha Pangeran” di Surabaya oleh Jimmy Priatma. Penghematan energi yang dicapai dari hasil rancangan pada gedung yang disebut terakhir sebesar 65%.
Kunci penghematan energi pada gedung-gedung tinggi adalah dengan penggunaan listrik untuk AC dan penerangan dapat ditekan serendah mungkin, karena penggunaaan energi di gedung bisa mencapai 90% untuk AC dan penerangan. Sebagai contoh pada wilayah DKI Jakarta, jumlah gedung berdasarkan data tahun 2000 sebanyak 960.000 gedung, dan 1000 gedung di ataranya adalah gedung berlantai lima ke atas. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh IAFBI, dari 500 gedung berlantai delapan yang menjadi obyek penelitian, baru 10% atau 50 gedung di Jakarta yang menggunakan energi mendekati angka standar.
Penghematan pada sistem pendingin (AC)
Jika pada tiap gedung bertingkat menggunakan sistem pendingin, pemakaian energi terbanyaknya pada kompresor, yakni sebesar 90% dari total pemakaian energi listrik untuk sistem pendingin. Upaya untuk penghematan energi pada sistem pendingin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Antara lain efisiensi kompresor, membuat variasi putaran kompresor, mencari refrigeran alternatif, membuat variasi putaran fan, sistem kontrol refrigeran, dan lain-lain.
Untuk mengatasi krisis energi di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan oleh Henry Nasution, Ph.D dari Universitas Bung Hatta Padang dan Prof. Mat Nawi Wan Hassan dari Universitas Teknologi Malaysia, terdapat beberapa cara. Dapat berupa pemanfaatan teknologi inverter dengan membuat variasi pada putaran motor kompresor. Sehingga pada tujuan tertentu, pemakaian sistem pendingin disesuaikan dengan keadaan dan aktifitasnya. Teknologi ini tidak menyulitkan dalam hal pemasangan dan tersedia di pasaran Indonesia.
Atau upaya kedua, dengan menggunakan sistem pengaturan. Walaupun menambah biaya awal untuk investasi, pada sistem ini tidak lagi memerlukan operator, karena pada sistem tersebut telah terintegrasi dan terkoneksi. Ini akan lebih baik dan jauh lebih hemat pemakaian energi listriknya jika dibandingkan dengan sistem konvensional.
Sistem pendingin ruangan dengan menggunakan sistem pengaturan ini akan bekerja sesuai dengan banyaknya aktifitas yang berada di dalam ruangan. Perubahan motor kompresor juga sebanding dengan perubahan aktifitas, karena itu dipengaruhi oleh temperatur ruang tersebut.
(Komunitas Ardh)
0 komentar:
Posting Komentar